Selasa, 29 Mei 2012

Evakuasi yang Menginspirasi


Petang itu sang relawan langsung bertolak dari rumahnya di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, ke Mapolres Bogor pada Rabu malam itu. Kepergian sang relawan hanya selisih beberapa jam setelah tersiarnya kabar pesawat Sukhoi Superjet 100 hilang kontak di Gunung Salak.

Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) ini menuju Mapolres Bogor itu untuk mengikuti rapat koordinasi misi pencarian pesawat. Rapat memutuskan untuk mengumpulkan seluruh personel di lapangan Rindam Jaya, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, esok harinya.



Sebanyak 750 personel dari Rindam Jaya berangkat untuk mendaki Gunung Salak. Lima belas menit setelah keberangkatan, tersiar kabar bangkai pesawat itu telah ditemukan. Para relawan langsung turun dan bergerak ke posko evakuasi yang dipindahkan ke sebuah bukit di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk.


Dari sini, berangkat 24 orang tim Charlie menuju lokasi bangkai pesawat di sebuah tebing curam di Puncak 1 Gunung Salak. Setelah sembilan jam berjalan kaki, para relawan sampai di Puncak 1 pada Kamis  petang.


Perbekalan yang dibawa sangat minim berupa sebungkus biskuit, tiga batang cokelat, dan satu botol air mineral ukuran 1.500 mililiter sudah habis. Yang tersisa hanya satu set obat-obatan dan baju yang menempel di tubuh. Di ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut (mdpl), para relawan mulai kelaparan dan kehausan.


Di atas tebing yang curam para relawan tidur hanya beralaskan dedaunan tanpa selimut atau jaket hanya alam yang menyelimuti mereka dengan embunnya. Pekerjaan belum selesai tapi adakalanya berisitrahat demi badan. Keesokan paginya, relawan turun ke dasar jurang bersama beberapa anggota tim lain. Kemiringan tebing yang mencapai 80 hingga 90 derajat memaksa mereka turun dengan cara rappelling menggunakan tali.


Tak lupa membawa seperangkat penyangga leher (neckler) dan penyangga tulang (air splint) dengan harapan masih ada korban selamat di bawah sana.


Sesampainya di dasar jurang di kedalaman sekitar 500 meter dari tebing, harapan para relawan sirna.
Melihat kondisi pesawat yang hancur lebur, kemungkinan korban yang selamat sangat tipis. Nalurinya mengarahkan untuk mengumpulkan sisa-sisa jenazah korban satu per satu sambil menunggu kiriman kantong jenazah dari atas tebing.


Tiga hari dua malam dihabiskan relawan di dasar jurang. Suplai logistik makanan dan minuman hanya sampai di puncak tebing. Relawan hanya bisa mengandalkan alam untuk bertahan hidup.


Untuk sekadar mengganjal perut, terpaksa mereka memakan batang pakis yang banyak tumbuh di sekitar jurang. Tunas mudanya yang dimakan demi memberi kalori kepada tubuh dan memberi nutrisi para relawan. Saat pakis tak lagi mudah didapat, alternatif makanan lainnya sedikit lebih merepotkan.


Talas hutan tak bisa langsung dimakan karna getah yang terkandung sangat banyak. Untuk menghilangkan getahnya,  harus membakar talas itu lebih dulu sebelum dimakan. Kalau sudah terpaksa sekali, pelepah pohon pisang pun mereka makan. Walaupun hanya direbus tanpa bumbu.

Terkadang mereka hanya bisa memakan daun-daun hutan.

Tak peduli apa jenis dedaunan itu, selama dirasa tidak beracun, langsung di makan begitu saja.
Satu hal yang sangat disyukuri mereka, air masih bisa didapat dari mata air di sekitar jurang walaupun sumber makanan terbatas tapi air yg sangat berarti bagi mereka..


Tak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau tidak ada air karna suplai air minum yang diturunkan lewat helikopter sudah hancur sebelum bisa dinikmati. Disinilah mereka diuji dengan sedikitnya perbekalan yang menipis apalagi dipuncak tebing kesulitan utama adalah air.


Saat matahari hampir tenggelam, tim evakuasi yang berada di jurang langsung berkumpul membentuk kelompok-kelompok kecil. Di jurang yang curam itu, mereka mendekatkan diri dan saling berpegangan untuk tidur melewati malam gelap gulita.


Salah satu dari mereka berpegangan pada tali atau benda apa pun yang bisa dipegang. Hanya beralaskan tanah atau dedaunan selama dua kali bermalam di jurang.


Stamina yang sudah habis terkuras tak menyisakan tenaga untuk mendaki tebing menggunakan tali. Para relawan berputar menyusuri punggung tebing untuk dapat kembali di puncak tebing yang sudah menjadi helipad mini untuk evakuasi kantong jenazah lewat jalur udara.


Namun, kondisi di puncak tebing pun tak kalah sulitnya. Logistik yang dikirim secara rutin tak mampu memenuhi kebutuhan ratusan orang yang bersiaga di sana.

Pada hari kesembilan evakuasi relawan ditarik dari medan, PMI menarik seluruh ratusan relawannya dari Gunung Salak. Iring iringan kendaraan berwarna biru memasuki pelataran parkir sebelah utara Rumah Sakit PMI Bogor, Kamis. Siang itu, dari deretan truk dan pick-up berlambang PMI itu turun serombongan orang dari berbagai usia.



Dengan pakaian yang mulai kumal tertutup lumpur dan lusuh terbakar matahari, mereka melangkahkan kaki menuju ruang aula yang berjarak sekitar 50 meter. Di depan ruang aula sudah menunggu Ketua Umum PMI Jusuf Kalla untuk menyambut mereka. Para relawan PMI itu satu per satu pun menyalaminya.


Kalla sempat bertanya kepada para relawan berapa lama mereka berada di Gunung Salak. Kalla sangat mengapresiasi kerja keras seluruh relawan dan tim evakuasi korban Sukhoi. Para relawan disematkan dengan piagam penghargaan atas tindakan mulianya itu.

Di dalam aula, orang-orang bersorak menyambut kedatangan rombonganrelawan evakuasi korban pesawat Sukhoi itu. Mereka mendapat sambutan bak pahlawan yang pulang dari medan perang.


Setelah bertegur sapa s bentar, perhatian langsung tertuju pada jajaran meja panjang di tepi-tepi ruangan. Di atasnya sudah tersaji nasi liwet lengkap dengan lauk pauk, sayuran, dan buah-buahan segar. Antrian panjang pun langsung mengular.


Lebih dari sepekan mereka menantikan momentum ini. Selama itu perut yang keroncong an, otot yang ngilu, tulang yang kedinginan tak pernah ia hirau kan demi mengisi penuh kan tong-kantong jenazah de ngan serpihan tubuh korban yang ter sisa di dasar jurang puncak Gunung Salak.


Dengan lahap, mereka menyendok tumpukan nasi dan lauk yang menggunung di piringnya,sudah lama nasi yang nikmat itu tak bisa mereka nikmati dan dihari ini mereka merasakan nikmatnya butiran nasi bersama lauk pauknya..(Fiska Puriestha B.6)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar